Showing posts with label politik. Show all posts
Taufik Abda: Nama Partai SIRA Perjuangan tidak Kreatif
Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Taufik Abda mengatakan tidak mempersoalkan dengan kemunculan Partai SIRA Perjuangan. Hanya saja, kata dia, pemberian nama dengan nyaris sama dengan Partai SIRA pimpinannya, terkesan tidak kreatif.
"Semua orang punya hak untuk membentuk partai politik lokal di Aceh. Jika pun didaftar dengan nama Partai SIRA Perjuangan, perlu saya tegaskan bahwa partai tersebut tidak punya hubungan historis, ideologi dan organisatoris dengan Partai SIRA yang ada," ujarnya kepada serambinews.com, Kamis (15/9). Menurut Taufik, Partai SIRA tidak memberi mandat kepada siapa pun atas pembentukan Partai SIRA Perjuangan.
"Jadi tidak dapat diklaim sebagai kelanjutan Partai SIRA yang ada selama ini," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Departemen Hubungan Internasional Partai SIRA, Helmy N Hakim yang ditanyai secara terpisah mengatakan, dirinya sudah sejak 6 bulan terakhir sudah jarang berkomunikasi dengan Ketua Partai SIRA, Taufik Abda. "Saya mengikuti apa pun keputusan jamaah, mengenai pimpinan SIRA, saya sudah 6 bulan tidak ada komunikasi," ujarnya.
Catatan serambinews.com saat ini di Aceh terdapat enam partai politik lokal yang pernah ikut pemilu pada 2009. Yaitu Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh (PA), Partai Bersatu Atjeh (PBA), Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Partai Aceh Aman Seujahtera (PAAS), dan Partai Daulat Atjeh (PDA). Bila nanti Kanwil Depkum dan HAM Aceh mensahkan Partai SIRA Perjuangan menjadi sebuah badan hukum, maka partai tersebut menjadi partai lokal
ke 7 yang terbentuk di Aceh.
Domain free Anda
SIRA Perjuangan Resmi Mendaftar
BANDA ACEH - Telah muncul partai baru, namanya Partai SIRA Perjuangan. Sebelumnya partai yang namanya hampir sama yaitu Partai SIRA (Suara Independen Rakyat Aceh) yang telah tereliminasi karena electoral treshold (ambang batas perolehan suara dalam pemilu). Kamis siang ini (15/9) Partai SIRA Perjuangan mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta.
Partai SIRA Perjuangan bukanlah merupakan reinkarnasi atau kelanjutan dari Partai SIRA yang sebelumnnya dipimpin Muhammad Taufik Abda yang telah tereliminasi. "Ini partai yang terpisah dari Partai SIRA yang masih dipimpin Taufik Abda itu," kata Safaruddin, Ketua Umum Partai SIRA Perjuangan. "Jadi ini seperti Partai Demokrasi Indonesia (PDI yang sudah bubar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan."
Bedanya, Partai SIRA Perjuangan adalah SIRA di sini bukan merupakan sebuah singkatan. "Ya SIRA saja," kata Safaruddin. Sedangkan Partai SIRA sebelumnya adalah singkatan dari Suara Independen Rakyat Aceh. Lalu, soal pendaftaran itu, “kita sudah koordinasi dengan anggota Depkumham tadi, karena sekarang mereka lagi sibuk, jadi siang ini sekitar jam 2 kita mendaftar," kata Safaruddin. Safaruddin menjelaskan, selain dia, pengurus umum lainnya yang berada di partai tersebut ada Hamzah dan Fauzan Blang, sebagai wakil ketua umum, Said Mahfud Fikri sebagai sekretaris jenderal, dan Kartini Sebagai bendahara umum.
Usai pendaftaran, tambah Safaruddin, Partai SIRA Perjuangan akan melakukan konsolidasi partai guna persiapan menjelang pemilu 2014. “Untuk Muhammad Nazar sendiri kita belum memasukkannya ke dalam struktur. Mungkin setelah pendaftaran nanti baru akan kita rumuskan siapa-siapa yang berada sebagai penasehat partai.” []
Klik Duit Untuk Anda
soal calon independen partai sira kecam DPRA
Tuesday, 05 April 2011 15:38
BANDA ACEH - Partai Suara Independen Rakyat Aceh mengecam Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang dituding menghambat calon independen untuk ikut dalam pemilihan umum kepala daerah di Aceh. Partai politik lokal Aceh ini telah memprotes secara resmi dalam surat terbukanya yang ditujukan kepada Ketua DPR Aceh dan Ketua Pansus Raqan Pemilukada Aceh DPR Aceh.
Dalam surat yang juga dipublis secara terbuka kemarin itu, menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh telah melanggar hukum, dan juga membuka konflik hukum baru. Sebab, jika pemilihan kepala daerah tetap dipaksakan maka akan muncul gugatan lagi terkait keabsahannya. Soalnya, pemilihan kepala daerah dilaksanakan tanpa mengindahkan putusan hukum.
Berikut ini, petika lengkap surat dari SIRA.
Nomor : 157/EKS/DPP/IV/2011;
Lamp. : -
Sifat : Surat Terbuka :
H a l : Mohon Segera Pengesahan Qanun Pemilukada Aceh (Revisi)
dengan Tetap Memasukkan Substansi Calon Perseorangan (Independen)
Kepada Yang Terhormat,
Bapak Ketua DPR Aceh
U.P. Ketua Pansus III (Raqan Pemilukada Aceh) DPR Aceh
di
Tempat
Assalamualaikum Wr. Wb.
Teriring salam dan doa semoga kita senantiasa dalam limpahan rahmat dan karunia Allah SWT dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Amien.
Dengan memperhatikan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) antara Pemerintah RI dan GAM point 1.2.6 “partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional , akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia”. Maka keputusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-VIII/2010 yang telah menetapkan pasal 256 UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) yang membatasi pemberlakukan keikutsertaan calon perseorangan (independen) dalam Pemilukada di Aceh dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian kekutsertaan calon perseorangan dalam Pemilukada 2011 di Aceh adalah sesuai dengan Konstitusi RI.
Berdasarkan hal tersebut di atas, jika DPR Aceh tidak memasukkan substansi calon perseorangan (calon independen) dalam Qanun Pemilukada Aceh (revisi) yang sedang dibahas oleh
Makam Gus Dur Ambles
VIVAnews - Makam mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, ambles. Beredar kabar, kain kafannya masih terlihat bersih.
"Tadi pagi dikabarkan ambles. Tapi sekarang sudah diperbaiki lagi," kata salah satu keponakan Gus Dur, Firry Wahid dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Jumat 18 Februari 2011.
Menurut putra Umar Wahid ini, informasi yang diterima keluarga, penyebab utama amblesnya makam Gus Dur itu akumulasi dari kondisi tanah pemakaman. "Saat pemakaman, tanahnya tidak dipadatkan," kata Firry. Saat ini, kata Firry, putri pertama Gus Dur, Alisa Wahid sudah berada di pemakaman.
Saat ini beredar kabar, saat makam itu ambles, kain kafan yang membalut jasad Gus Dur masih terlihat sangat bersih seperti baru. Dalam kondisi normal, kain kafan yang turut dikubur lebih dari setahun seharusnya tergerus hingga rusak di dalam tanah.
Tetapi sumber VIVAnews.com membenarkan berita itu. "Kain kafannya memang masih bersih," ujar sumber yang menolak disebut namanya.
Gus Dur wafat pada Rabu 30 Desember 2009 sekitar pukul 18.40 WIB. Kondisi kesehatan Gus Dur menurun sejak menjalani operasi gigi Senin 28 Desember 2009 lalu. (umi)
Klik Duit Untuk Anda
Demo Desak Pengesahan Qanun Pilkada Ricuh
Banda Aceh | Harian Aceh – Unjuk rasa puluhan mahasiswa mendesak pengesahan Qanun Pilkada di gedung DPRA, Rabu (16/2), berakhir ricuh. Sejumlah supir anggota dewan menyerang para demonstran secara membabi-buta.
Aksi mahasiswa gabungan Forum Mahasiswa Pantai Barat-Selatan (FPMP-BAS) dan Forum Bersama Mahasiswa Poros (FBMP) Lauser itu digelar di koridor penghubung gedung utama dan gedung komisi DPRA, sekitar pukul 11:30 WIB. Mahasiswa menuntut bertemu Ketua DPRA Hasbi Abdullah guna menyampaikan aspirasi mereka terkait berlarut-larutnya pengesahan Qanun Pemilukada 2011, yang menurut mereka terkesan disengaja.
Pantauan Harian Aceh, setelah setengah jam berorasi, anggota DPRA Abdullah Saleh datang menemui mahasiswa. Tapi dia hanya ingin berkomunikasi dalam bahasa Aceh. Mahasiswa yang sebagian di antaranya tak begitu lancar berbahasa Aceh karena berasal dari suku Gayo dan Alas, meminta politisi Partai Aceh itu menggunakan bahasa Indonesia.
Tak ada kesepakatan bahasa yang digunakan, cekcok pun tak terhindarkan. “Kalian ini demonstran tak jelas, kalian bukan orang Aceh,” kata Abdullah Saleh sambil meninggalkan pengunjuk rasa, tapi tetap memantau dari kejauhan.
Mahasiswa melanjutkan orasinya. Berselang beberapa saat, Abdullah Saleh kembali menghampiri dan masuk ke kerumunan mahasiswa. Politisi yang menyeberang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke Partai Aceh pada Pemilu Legislatif 2009 lalu, itu mendesak mahasiswa membubarkan aksinya. “Jangan berunjukrasa di sini. Ini kawasan dewan bekerja, kalian mengganggu dewan bekerja,” kata Abdullah Saleh sambil menarik-narik spanduk yang diusung mahasiswa.
Demonstran menolak dan memilih bertahan sehingga terjadi saling dorong. Tiba-tiba muncul seorang berpakaian preman, belakangan diketahui bernama Adi yang juga supir Abddulah Saleh, melepaskan pukulan ke arah mahasiswa. Pukulan pertama mendarat telak di bagian belakang seorang demonstran bernama Ade Irawan. Adi terlihat berulang kali menyerang mahasiswa secara membabi buta.
Suasana semakin ricuh setelah beberapa pria lain yang juga berpakaian preman, ikut tersulut emosinya. Begitu juga Abddullah Saleh. Dia tampak emosi dan terus mendesak demonstran hingga keluar dari halaman gedung DPRA. Aparat pengamanan gedung DPRA tak dapat berbuat banyak. Sekitar pukul 13.30 WIB, demonstran terpaksa meninggalkan gedung DPRA.
Pengekangan Demokrasi
Koordinator lapangan aksi mahasiswa, Waladan Yoga menyesalkan tindakan sejumlah supir anggota dewan yang menyerang mahasiswa. “Kami ingin menyampaikan aspirasi pada DPRA. Sementara mereka (pria yang melakukan pemukulan) tak memiliki kapasitas apa-apa di DPRA. Kami pertanyakan itu, karena masyarakat tak nyaman bila kantor wakil rakyat dihuni orang-orang seperti itu,” kata Yoga. Selain itu, kata Yoga, pemukulan ini bukti nyata bahwa demokrasi di Aceh masih dikekang dengan cara-cara kekerasan oleh oknum-oknum tertentu yang merasa memiliki Aceh.
Dia juga menyayangkan Abdullah Saleh yang tak ingin berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, padahal itu adalah bahasa resmi Ibu Pertiwi. Menurut Yoga, kejadian ini juga dapat disimpulkan bahwa memang ada upaya dari salah satu fraksi di DPRA yang sengaja ingin memperlambat proses pengesahan Raqan Pemilukada untuk target tertentu.
Kecuali itu, mahasiswa sudah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Banda Aceh. “Kami melapor ke polisi dengan nomor surat pengaduan LPB/11/II/2011/SPK dan kami juga akan melaporkannya ke Komnas HAM,” kata Yoga.(dad)
Klik Duit Untuk AndaSurvei Calon Gubernur Aceh Elektabilitas Muhammad Nazar Paling Tinggi
Berdasarkan hasil survei Lembaga Peneliti Nusantara (LPN) tentang prilaku pemilih menjelang Pemilukada 2011, nama Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar memperoleh persentase tertinggi. Hasil tersebut dibeberkan LPM dalam jumpa pers di Hotel Hermes Palace, Kamis (27/1).
Penasehat LPN Donni Edwin didampingi Koordinator LPM Dedi Nur menyebutkan, dari hasil survei yang dilakukan sejak November hingga Desember 2010 lalu itu, Muhammad Nazar memperoleh 38,84 persen dari total 345 pemberi informasi/responden.
Selain Nazar, ada 10 nama lainnya yang disurvei. Masing-masing, Irwandi Yusuf memperoleh 12,48 persen, Sulaiman Abda (7,25 persen), M Nasir Djamil (7,25 persen), Malek Mahmud 6,96 persen, Darni Daud (5,51 persen), Ahmad Humam Hamid (4,35 persen), Mawardy Nurdin (3,77 persen), Aminullah Usman (2,61 persen), Zaini Abdullah (2,32 persen), dan Farid Wajidi (2,03 persen).
Selanjutnya ada empat nama yang dimunculkan responden. Mereka adalah Tarmizi Karim (0,58 persen), Gazali Abbas (0,58 persen), Muzakkir Manaf (0,29 persen), dan Surya Paloh (0,29 persen). “Dah juga yang tidak memilih 4,93 persen. “Nama yang didominasi LPN hanya 11, sematara empat nama terakhir dimunculkan sendiri oleh informan,” kata Donni Edwin.
Menurut Donni, hasil survei itu terpaksa dimunculkan dan diumumkan ke publik. Sesuai dengan pengakuan tokoh-tokoh masyarakat yang disurvei, sebut Donni, kultur pemilu di Aceh dan para pemilih pada 2011 akan berbeda dari Pemilu legislatif lalu. “Pemilu 2011 akan berlangsung lebih rasional dan demokratis dibandingkan pemilu legislatif 2009 lalu. Bisa saja masyarakat akan melawan intimidasi dalam Pemilukada 2011 karena tidak mau melihat demokrasi di Aceh hilang kualitas dan memperlambat pembangunan karena ketidakmampuan para pemimpin yang salah pilih,” sebutnya.
Selama ini, jelasnya, masyarakat merasakan sosok yang dipilih pada Pilkada 2006 dan pemilu legislatif ternyata tidak mampu sama sekali ketika memimpin.
Dari hasil survei yang dilakukan pihaknya, terlihat bahwa masyarakat tidak lagi melihat kandidat atas nama partai, institusi dan kendaraan politik, melainkan lebih melihat syarat-syarat lain dari kepemimpinan terutama kemampuan, komunikasi politik, pemberani, amanah, penerobos, pelobi, agama/akhlak dan berpengalaman.
Sementara Dedi Nur menjelakan, survei tersebut dilakukan di 23 kabupaten/kota di Aceh dengan memilih 6 kategori tokoh dalam masyarakat yang diwawancara, yakni ulama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemerintahan, serta tokoh pemuda dan mahasiswa. “Sebanyak 15 informan untuk setiap kabupaten/kota yang masing-masing diajukan 10 pertanyaan,” katanya.
Dedi Nur mengatakan survei itu tidak sepenuhnya mewakili seluruh masyarakat. “LPM melakukan survei hanya untuk mengakomodir sejumlah calon yang mulai hangat dibicarakan masyarakat,” katanya.
Dedi menjelaskan, Muhammad Nazar banyak mendapat dukungan di tujuh daerah, yaitu Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Selatan.
Para responden juga ditanyai pandangan mereka terhadap pemberdayaan ekonomi Aceh, termasuk juga kritikan terhadap pemerintah. “Untuk tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan saat ini, ada sekitar 54,49 persen masyarakat memberi penilaian tidak puas, 39,13 persen puas, dan 6,38 persen tidak tahu,” katanya.
Terkait ketidakpuasan itu, jelas dia, banyak informan mengatakan pemberdayaan ekonomi tidak langsung tersentuh masyarakat lapisan bawah yang berada di desa-desa.(dad/bay)
Klik Duit Untuk Anda
MK Kabulkan Permohonan Independen Pemilukada Aceh
JAKARTA,"Alhamdulillah, akhirnya demokrasi dimenangkan Mahkamah Konstitusi di Aceh," ujar Fadjroel Rachman, Ketua Umum Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI), didampingi Saut Sinaga, Sekretaris Jenderal GNCI dan Victor Tandiyasa, Ketua Departemen Hukum dan Advokasi GNCI, setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Prof.Mahfud MD dan didampingi 8 hakim MK lainnya mengabulkan sepenuhnya uji materi pemohon dan pihak terkait di ruang sidang MK hari Kamis (30/12/2010).
Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) adalah pihak terkait dalam permohonan pengujian norma hukum Pasal 256 Undang-Undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 18 Ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan (3), Pasal 28 I ayat (2). Adapun pemohon untuk uji materi UU Pemerintahan Aceh adalah: Tami Anshar Mohd Nur (Calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Pidie), Faurizal (Calon Bupati/ Wakil Bupati Kabupaten Bireun), Zainuddin Salam (Calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Timur), dan Hasbi Baday (Calon Bupati/ Wakil Bupati Kabupaten Simeulue). Kuasa hukum pemohon maupun pihak terkait adalah : Mukhlis, SH, Safaruddin, SH, Marzuki, SH dari Kantor Advokat MUKHLIS, SAFAR & PARTNERS yang berkedudukan di Jl. Panglima Nyak Makam No 96 Banda Aceh.
Adapun pasal yang diuji materi kepada adalah pasal 256 UU NO 11 TAHUN 2006 yang berbunyi:"Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan."
Salah satu alasan dikabulkannya uji materi oleh MK agar Independen Aceh bisa berlaga dalam Pemilukada Aceh yang direncanakan pada Oktober 2011 adalah, "Bahwa MK tidak menafikan adanya otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, namun calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak termasuk dalam keistimewaan Pemerintahan Aceh menurut Pasal 3 UU No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara RI No.3893) yang menyatakan; Pasal 3 ayat (1) Keistimewaan merupakan pengakuan bangsa Indonesia yang diberikan kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat tetap dipelihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral, dan kemanusiaan; Pasal 3 ayat (2) Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi: a. Penyelenggara kehidupan beragama; b.penyelenggaraan kehidupan adat; c. Penyelenggaraan pendidikan; dan d. Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah." Apalagi antara UU 32/2004 dengan UU 11/2006 tidak dapat diposisikan dalam hubungan hukum yang bersifat umum dan khusus (vide putusan MK No.5/PUU-V/2007 bertanggal 23 Juli 2007). Fakta hukum lainnya, Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus, juga memberlakukan calon perseorangan dalam Pemilukada.
Karena itulah 9 (sembilan) hakim MK secara mutlak, tanpa dissenting opinion, membuat amar putusan dan menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya; 2. Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 No.62. Tambahan Lembaran Negara RI No.4633) BERTENTANGAN dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 No.62. Tambahan Lembaran Negara RI No.4633) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI.
Klik Duit Untuk Anda
MK Izinkan Calon Independen Ikut Pilkada Aceh
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan gugatan calon independen dalam Pemilukada di Aceh. Mahkamah memutuskan bahwa calon independen kini dapat mengikuti proses Pemilukada di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (NAD).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Konstitusi, Mahfud MD, saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Kamis 30 Desember 2010.
Permohonan ini diajukan oleh Tami Anshar Mohd Nur, Faurizal, Zainuddin Salam, dan Hasbi Baday. Mereka adalah wiraswasta yang berkeinginan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Provinsi NAD.
Tami akan mencalonkan diri sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Pidie, Faurizal sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Bireun, Zainuddin sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Aceh Timur, dan Hasbi sebagai calon Bupati/Wakil Bupati Simeulue.
Mereka meminta Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2).
Adapun bunyi Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh tersebut adalah "Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang ini diundangkan".
Dalam pertimbangannya, Majelis Konstitusi menilai, berdasarkan ketentuan Pasal 67 ayat (1) huruf d UU Pemerintahan Aceh, membuka kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut dalam pemilukada.
Namun, aturan tersebut dibatasi dalam ketentuan Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh yang "ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan gubernur/Wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-Undang a quo diundangkan".
Menurut mahkamah, bahwa tidak memberikan kesempatan kepada calon perseorangan dalam Pemilukada bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini juga sesuai dengan putusan Mahkamah Nomor 5/PUU-V/2007, bertanggal 23 Juli 2007, yang mengakui dan memperbolehkan calon perseorangan.
"Mahkamah memberi pertimbangan bahwa Pasal 256 UU Pemerintahan Aceh dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara yang bertempat tinggal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang justru dijamin oleh UUD 1945," jelas mahkamah.
Hal tersebut juga diperkuat adanya aturan yang memperbolehkan calon perseorangan dalam UU Pemerintahan Daerah. "Dengan demikian, calon perseorangan dalam Pemilukada secara hukum berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia," jelas mahkamah.
Berdasarkan pertimbangan itu, menurut Mahkamah, calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak boleh dibatasi pemberlakuannya. Karena jika hal demikian diberlakukan maka akan mengakibatkan perlakuan yang tidak adil dan ketidaksamaan kedudukan di muka hukum dan pemerintahan antara warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh dan yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia lainnya.
"Warga negara indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Aceh akan menikmati hak yang lebih sedikit karena tidak dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah secara perseorangan yang berarti tidak terdapat perlakuan yang sama di depan hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945," papar Mahkamah. (umi)
• VIVAnews
Klik Duit Untuk Anda
Kerbau SiBuYa Go International
Menurut pantauan VIVAnews, media-media asing yang memberitakan kerbau itu tergolong pemain elit. Mereka diantaranya laman milik stasiun televisi BBC dari Inggris.
Selain itu, sejumlah laman milik koran-koran terkemuka juga ikut memberitakan SiBuYa. Mereka diantaranya The Washington Post (AS), The Telegraph (Inggris), dan The Australian (Australia), hingga laman berita Arab, Gulf News.
Sejumlah kantor berita ternama seperti Associated Press, Reuters, dan AFP pun ikut memberitakan aksi protes yang unik itu.
Mereka rata-rata memberitakan larangan polisi Indonesia agar para pendemo tidak lagi mengerahkan kerbau dan hewan-hewan lain saat melakukan aksi unjuk rasa kepada pemerintah.
"Jalan protokol tidak boleh dilintasi hewan karena mereka bisa berkeliaran. Itu bisa mengganggu lalu lintas," kata seorang pejabat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafly Amar kepada BBC.
Beberapa hari lalu, para demonstran mengerahkan seekor kerbau, yang diberi nama SiBuYa sebagai simbol kekecewaan kepada pemerintahan Yudhoyono. Menurut para demonstran, pemerintah dinilai lambat dan bodoh seperti kerbau dalam menjalankan tugas, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Aksi protes mengerahkan kerbau itu tidak saja membuat lalu lintas di pusat Jakarta menjadi macet, namun turut membuat tersinggung Yudhoyono. Cara berunjuk rasa dengan membawa binatang, apalagi ditempel gambar presiden memang tidak etis.
Sejumlah kalangan dan pembaca vivanews memprotes cara berunjuk rasa seperti ini. Ndang Supriatna, dalam komentarnya kepada VIVANews menuturkan: Kebebasan berekspresi sih boleh-boleh saja, tapi ya yang baik lah, enggak usah demo pake kerbau yg ditulisin Si Bu Ya plus gambar Pak SBY segala. Itu kan penghinaaan yg luar biasa kepada Simbol Negara
sumber : VIVANEWS
Klik Duit Untuk Anda
Pedagang Sayur Itu pun Melenggang ke Gedung Dewan
Nama lengkapnya Aiyub Bukhari SPd. Namun, warga Lampriek, terutama kaum ibu, lebih familiar menyapanya Bang Aiyub. Pekerjaannya sebagai pedagang sayuran dan kelontong di Toko Ayub, Jalan Cumi-cumi Nomor 1, Bandar Baru, Kuta Alam, Banda Aceh, inilah yang membuat pria kelahiran Teupin Raya, Pidie, 28 Desember 1968, cukup dikenal oleh warga Lampriek.
Berawal pada tahun 2003, Aiyub resmi terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Demokrat (PD). Namun, karena lebih banyak tak aktif dalam kepengurusan, satu tahun kemudian (2004), dia pun mencoba peruntungan ke Partai Persatuan Daerah (PPD). Di “partai payung” ini, Aiyub mencoba untuk serius sehingga masuk sebagai caleg untuk DPRK Banda Aceh. Tapi langkahnya menuju gedung dewan terganjal lantaran tidak cukup suara. Aiyub pun kembali ke profesinya sebagai penjual sayuran dan kelontong.
Namun, kegagalan itu tidak serta merta membuat Aiyub down. Falsafah “kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda” pun coba dibenamkan dalam benaknya. Pengalamannya dalam Pemilu 2004, dijadikan sebagai bahan untuk merakit kembali mesin politik yang lebih matang, sambil tetap berjualan sayur. Dari toko berukuran 10x10 meter inilah, Aiyub mulai membangun jaringan dengan para langganannya.
Hingga suatu hari pada tahun 2007, Aiyub kembali bergabung dengan Partai Demokrat. Prinsip “kita harus berubah” diusung Bang Aiyub untuk merintis jalan politik sambil berjualan sayuran dan kelontong. “Saya menganggap kekalahan itu menjadi pengalaman pertama dan mulai menyadari bagaimana mencari dukungan masyarakat untuk mencapai kemenangan,” ungkapnya kepada Serambi, di tempat usahanya menjual sayuran dan kelontong, Selasa (5/5), beberapa hari setelah ia dipastikan terpilih sebagai salah satu calon anggota DPRK Banda Aceh.
Bergabung kembali
Akhirnya, suami Siti Mahsuri SE dan ayah dari M Adri Fadillah dan Nuri Salsabilla Putri ini, resmi kembali di dunia politik dengan bergabung bersama PD. Saat itu, alumnus SD Teupin Raya, Pidie ini, mendengar kalau PD sudah terpilih pengurus baru. Kebetulan Ketua DPC PD Kuta Alam, Yudi Kurnia SE adalah kenalannya. Maka Bang Aiyub bergegas menjumpai Yudi di kantornya dan menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan PD.
Yudi Kurnia pun memberikan kesempatan kepada Bang Aiyub untuk bergabung dalam PD. Melihat ketekunannya menghadiri berbagai rapat yang digelar PD, alumnus SMP Darussa’dah Teupin Raya ini, dipercaya untuk memangku jabatan Wakil Sekretaris DPC PD Kuta Alam, Banda Aceh. Dengan memangku jabatan ini, Bang Aiyub makin giat bekerja untuk kepentingan partai sambil membangun jaringan di tempat usahanya menjual sayuran dan kelontong.
Bermodal jaringan yang sudah dirintisnya dan bergabung kembali dengan PD yang makin populer dengan sosok SBY. Bang Aiyub kembali bertarung untuk melangkah ke DPRK dengan menempati urutan keempat dari tujuh caleg PD di DP 2 Kuta Alam. Meski menganut sistem nomor, tak membuat Bang Aiyub patah semangat mencalonkan diri menjadi anggota dewan untuk kedua kalinya.
Begitu resmi menjadi caleg nomor urut empat di DP 2. Strategi pertama yang dilakukan Bang Aiyub adalah mencari informasi jumlah pemilih di DP 2 Kuta Alam dan berapa kursi yang diperebutkan. Setelah mengetahui jumlah pemilih terdaftar 27.000, di DP 2 Kuta Alam dan memperebutkan tujuh kursi. Maka alumni SMA Lueng Putu, Pidie ini, mulai berasumsi berapa jumlah suara yang harus diperoleh untuk satu kursi.
Bang Aiyub pun rajin mendatangi rumah-rumah langganannya saat musim kampanye tiba. Pria yang ramah senyum ini kembali mengharapkan dukungan untuk kesuksesannya. Cara ini, sebutnya, demi menghormati masyarakat. “Kalau saya menyuruh orang lain mendatangi setiap rumah, itu sama saja tidak menghormati pemilih dan orang-orang juga enggan memilih. Maka saya datang langsung untuk menghargai pemilih,” ujarnya.
Saat spanduk dan balihonya tampil dengan SBY, maka banyak orang mengetahuinya bila dirinya maju sebagai caleg. Bahkan nama Bang Aiyub yang sering dipanggil saat berbelanja berubah menjadi Pak Caleg. Panggilan itu dianggapnya sebagai bukti kalau dirinya sudah diketahui sebagai caleg. “Saya tetap tersenyum saat ada yang panggil Pak Caleg,” ujarnya.
Menang di TPS Gubernur
Dalam Pemilu 9 April lalu, Bang Aiyub memperoleh 676 suara dari 3.153 suara yang mencontreng tujuh caleg dan lambang PD. Bahkan yang lebih mencengangkan justru terjadi di TPS 3. Di TPS tempat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan keluarganya mencontreng saat pemilihan, justru Bang Aiyub memperoleh suara mayoritas. Jumlah dukungan untuk alumni D3 FKIP Unsyiah ini mencapai 65 suara dan Yudi Kurnia 10 suara.
Untuk Dapil II yang memperebutkan tujuh kursi DPRK Banda Aceh. Masing-masing diraih Aiyub Bukhari dan Yudi Kurnia (Demokrat), T Tarmizi dan Ir M Nasir Arfan (PA), M Nasir (PPP), Sabri (Golkar), dan Subhan S.Ag (PKS). “Alhamdullah saya terpilih sebagai anggota Dewan pada Pemilu kali ini,” ujar Bang Aiyub.
Saat disinggung motivasinya untuk menjadi anggota Dewan Kota. Bang Aiyub mengatakan, hidup ini akan lebih sempurna bila dirinya bisa membantu dan bermanfaat bagi masyarakat. Selama ini, sebutnya, masyarakat mengeluhkan kesulitan untuk bertemu dengan wakilnya yang sudah dipilih setiap pemilu. “Saya ingin mengubah semua itu. Kita yang harus sering turun dan menggali aspirasi langsung dari masyarakat,” ujarnya.
Bang Aiyub pun berterus terang ketika ditanya tentang biaya yang dikeluarkannya untuk kampanye, yakni mencapai Rp 70 juta. Biaya sebanyak itu diperuntukkan untuk beli baju, baliho, stiker, kartu nama, transpotasi, konsumsi, dan komunikasi (pulsa HP). “Uang itu hasil tabungan saya selama ini,” ujarnya.
Meski namanya tercatat sebagai anggota DPRK periode 2009-2014 dari Partai Demokrat, Bang Aiyub tetap menjalani profesinya sebagai penjual sayuran dan kelontong. “Setiap pagi saya berbelanja sayuran di Lambaro dan sorenya berbelanja kelontong,” ujar alumni S1 Abulyatama, Banda Aceh.
Tidak seperti kacang yang lupa kulitnya, Bang Aiyub tetap menyapa pembeli layaknya penjual sayuran. Gaya berpakaiannya juga tidak menampakkan bahwa ia adalah caleg terpilih yang juga pemilik toko dengan tiga pegawai. Senyuman menjadi ciri khas Bang Aiyub saat menyapa pembeli.(muhammad hadi)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Klik Duit Untuk Anda